Jakarta, Bawaslu Provinsi Banten – Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 resmi diluncurkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Jumat (16/12/2022).
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenti, memaparkan urgensi penerbitan IKP dalam memetakan potensi lahirnya kerawanan pelaksanaan Pemilu serentak 2024 serta sebagai basis perumusan program pencegahan dan pengawasan dalam setiap tahapan Pemilu dan pemilihan.
“IKP dilaksanakan dalam rangka melakukan pencegahan dan mitigasi dini terhadap segala kemungkinan yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses Pemilu yang demokratis” pungkasnya ketika memberikan sambutan pada saat meluncurkan IKP.
Koordinator divisi pencegahan, partisipasi masyarakat, dan hubungan masyarakat Bawaslu tersebut juga memaparkan temuan yang terangkum dalam IKP, terutama terkait dimensi penyelenggaraan Pemilu yang mempunyai skor tertinggi dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
“Dari empat dimensi IKP, dimensi penyelenggaraan Pemilu mempunyai skor tertinggi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota” lanjutnya.
Ketua Bawaslu Provinsi Banten, Ali Faisal soroti hasil penyusunan IKP di lingkup Provinsi Banten, yang menunjukan tingkat rawan sedang bersama 21 provinsi lainnya.
“Provinsi Banten berada pada level rawan sedang. Pada dimensi penyelenggaraan Pemilu, kita menempati urutan ke-6 dan bahkan berada pada posisi pertama rerata IKP tertinggi berdasarkan agregasi dari kabupaten/kota” ujar Ali saat hadir dalam acara peluncuran IKP di Jakarta.
Pria kelahiran Serang tersebut menambahkan tingginya skor IKP Provinsi Banten tidak lepas dari besarnya angka agregasi Kabupaten/Kota pada dimensi penyelenggaraan Pemilu dan dimensi kontestasi. Sedangkan pada level kabupaten/kota, terdapat tiga kabupaten yang berada pada tingkat rawan tinggi terdiri dari Kabupaten Pandeglang pada posisi ke-8, Kabupaten Lebak ke-44, dan Kota Serang ke-63.
Senada dengan Lolly, Ali berharap hasil IKP ini sebagai acuan bagi Bawaslu Provinsi Banten dan stakeholder terkait dalam menentukan program yang akan dijalankan agar indikasi ini tidak terjadi, salah satunya dengan melakukan penetrasi pencegahan dan pengawasan yang lebih terkonsolidasi.
“IKP harus direspon oleh semua stakeholder di Provinsi Banten dengan bahu membahu dan tanggung renteng dalam hal risk management election,” harapnya.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Parmas Bawaslu Provinsi Banten, Ajat Munajat menjelaskan bahwa kategori rawan tinggi yang diperoleh Provinsi Banten disebabkan karena pada Pemilu dan pemilihan sebelumnya banyak terjadi pelanggaran prosedur pelaksanaan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu.
“Secara kuantitatif hampir semua sub dimensi penyelenggaraan Pemilu memiliki pelanggaran dengan berbagai kategori baik rendah, sedang dan tinggi. Diantaranya adalah sub dimensi hak memilih, yang mana pada Pemilu 2019 dan Pemilihan Kepala Daerah sebelumnya banyak ditemukan daftar pemilih yang seharusnya tidak masuk dalam DPT tetapi masih masuk dalam DPT begitupun sebaliknya” paparnya.
Pria yang akrab disapa Ajat tersebut juga mengungkapkan sub dimensi lain yang menyumbang tingginya skor kerawanan adalah pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara, di mana sejumlah pelanggaran baik administrasi maupun pidana terjadi serta dilaksanakannya penghitungan dan pemungutan suara ulang di beberapa titik.
“Bawaslu Banten akan langsung menindaklanjuti dengan menyusun langkah-langkah pencegahan bersama stakeholder, sebagai upaya antisipasi terjadinya potensi pelanggaran,” respon Ajat terhadap hasil IKP Provinsi Banten.
“Selain itu upaya preventif lainnya juga akan dimaksimalkan terutama pada hal peningkatan kapasitas pengawas agar lebih optimal dalam proses pengawasan Pemilu di semua tahapan dan semua tingkatan pengawas mulai dari provinsi hingga sampai ke tingkat pengawas PTPS,” tutupnya.
Dalam menanggapi hasil IKP yang di-input dari data Bawaslu provinsi dan agregat penghitungan kabupaten/kota tersebut, Bawaslu mencatat isu strategis, yaitu:
- Netralitas penyelenggara Pemilu harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik akan proses pemilihan umum yang lebih kredibel dan akuntabel. Polemik proses verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara Pemilu, menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara Pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara Pemilu;
- Pelaksanaan tahapan Pemilu di Daerah Otonomi Baru di wilayah Papua dan Papua Barat harus menjadi perhatian khusus, terutama terkait kesiapan wilayah baru tersebut dalam mengikuti ritme dari tahapan Pemilu yang sudah berjalan;
- Potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusifitas dan stabilitas selama tahapan pemilihan umum berjalan;
- Intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, tentu membutuhkan langkah-langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital;
- Pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan. [AM]